Komisi II DPRD Provinsi Sulteng kunjungi Kementerian Perhubungan RI (9/11) (Foto: dok. DPRD Sulteng)

TOPSul, Jakarta-Menindaklanjuti persoalan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sulteng diantaranya yang berkaitan soal aturan perizinan dan retribusi yang dinilai kian sempit, Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah melalui Komisi II melakukan kunjungan dan konsultasi ke Kementerian Perhubungan RI di Jakarta Kamis, (9/11/2023).

Kunjungan Komisi II DPRD Provinsi Sulteng ke Kementerian Perhubungan RI itu juga  dalam rangka konsultasi terkait Penyelenggaraan Labuh Jangkar Kapal pada Area perairan Pelabuhan Provinsi Sulteng.

Kunjungan kerja tersebut dipimpin oleh Irianto Malinggong, dan dihadiri beberapa Anggota Komisi-II DPRD Provinsi Sulteng yakni H.Suryanto.SH.MH, Muslih.S.Kep.Ns, H.Ady Pitoyo, dan Hj.Halimah Ladoali.SE.

Baca juga: DPRD Dorong Provinsi Sulteng Wujudkan Daerah Penyangga Pangan Nasional

Baca juga: Diminta Warga Mencalonkan Diri Maju Bupati Poso 2024, Ini Kata Muhaimin Yunus Hadi 

Rombongan diterima oleh Direktur Perhubungan Cpt.Jaja, bersama tiga stafnya yakni bpk.Joko, bpk.Hendri, dan bpk.Anggoro, serta Sub.Kordinator Perhubungan bpk.Taufik.

Pada kesempatan tersebut, Irianto Malingong menyampaikan bahwa maksud daripada kunjungan kerja tersebut adalah untuk berkonsultasi terkait rencana penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang penyelenggaraan labuh jangkar, raperda tersebut merupakan atas inisiatif Komisi-II DPRD provinsi sulteng yang nantinya akan masuk dalam raperda diluar propemperda, dengan harapan dengan lahirnya raperda tersebut dapat meningkatkan sumber PAD sulteng secara signifikan.

Karena menurutnya bahwa selama ini sudah banyak perda-perda yang menyangkut retribusi dan perizinan yang sudah ditarik ke pusat sehingga membuat PAD di daerah semakin sempit atau mengecil.

Karena secara potensi yang dimiliki oleh sulteng, menjadikan salah satu provinsi yang terkaya di indonesia, yang dimana dulunya hanya mengandalkan dari segi sektor pertanian dan kelautan, akan tetapi saat ini potensi yang ada di sulteng begitu banyak diantaranya pertambangan nikel, minyak, emas, batu, dan lain-lain.

Baca juga: Anggota DPRD Provinsi Muhaimin Yunus Hadi Jaring Aspirasi Masyarakat Kabupaten Poso 

Baca juga: Ratusan Warga Nelayan Desa Labuan Kabupaten Poso, Butuh Dermaga Tambatan Perahu 

Dan adapun saat ini yang sedang digenjot untuk dibuatkan rancangan peraturannya yakni terkait masalah penarikan retribusi pada labu jangkar pada setiap kapal yang melakukan operasi atau yang berlabuh di area perairan pelabuhan yang ada di setiap daerah di wilayah sulteng.

Senadah dengan hal tersebut, H.Suryanto.SH.MH, juga menyoroti terkait kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang dimana mengharuskan menyatukan antara perda retribusi dan perda pajak, apakah nantinya retribusi tersebut masuk kedalam pajak atau dibuatkan perda tersendiri.

Serta menyoroti terkait kewenangan pemerintah pusat terkait dana bagi hasil yang dianggap tidak sesuai dengan harapan di daerah khususnya di daerah sulteng, yang nyatanya kita yang selaku pemilik wilayah.

Maka pada kesempatan tersebut, Direktur Perhubungan Cpt.Jaja bersama beberapa stafnya yang ikut dalam pertemuan tersebut menyampaikan bahwa terkait izin penarikan labuh jangkar untuk retribusi peningkatan PAD. 

Karena area labuh jangkar itu merupakan pasilitas pokok dalam zona perairan untuk sebuah pelabuhan yang sudah memiliki izin rasional dari pemerintah, karena itu ada beberapa jenis pelabuhan yakni pelabuhan utama, pelabuhan regional, dan pelabuhan lokal, jadi secara hirarki bahwa semua itu melekat pada kewenangan pemerintah pusat.

Akan tetapi jika ingin melakukan sebuah inovasi untuk melakukan penarikan retribusi pada sektor kepelabuhanan maka itu hanya bisa pada skala lokal saja atau regional, dengan ketentuan pelabuhan tersebut harus daerah sendiri yang membuatnya dan dikelola sendiri dan semua itu sifatnya hanya berlaku antar lintas kabupaten saja dan tidak berlaku pada lintas provinsi atau skala nasional, jadi terkait masalah retribusi labuh jangkar tersebut sampai saat ini belum ada daerah yang menerapkan dan hal itu masih di bawah kewenangan pusat.***