Ketum bersama Waketum LPK saat menyambangi Kontainer TEMAS di Pelabuhan Pantoloan, Selasa (25/01/2022)

Palu, SlaberNews.com – Sehari menjelang Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Polda Sulteng memberikan keterangan pers bahwa dalam penyelidikan oleh Subdit IV/Tindak pidana tertentu (Tipidter) setidaknya Penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 7 orang saksi, Jelas Kabidhumas Polda Sulteng Kombes Pol. Didik Supranoto melalui keterangan resmi yang diteruskan kepada awak media di Palu, Senin (24/1/2022)

Didik lanjut menjelaskan, Adapun saksi yang telah dilakukan pemeriksaan adalah CJ atau Mr. C selaku investor PT. Wanhong, HDS selaku Dirut PT. Wanhong, XC selaku manager operasional PT. Wanhong, 

Selanjutnya AY penanggung jawab Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) Sinar Sukdam yang bergerak dibidang penambangan material batuan tembaga di Kab. Gorontalo bertugas mengirimkan batuan tembaga dari Kab. Gorontalo ke Kota Palu, tambah Didik

Masih kata Didik, saksi lain yang diperiksa adalah sdr. A selaku Kades Oyom Kec. Lampasio Kab. Tolitoli, sdr. S selaku ketua Bumdes Oyom Kec. Lampasio Tolitoli dan sdr. H masyarakat penambang di desa Oyom.

Bahwa batuan tembaga yang berada didalam kontainer di Depo Pelabuhan Pantoloan Palu merupakan batuan yang dikirim oleh sdr. AY dari Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) Sinar Sukdam Gorontalo bukan dari pertambangan rakyat di Desa Oyom Kec. Lampasio Tolitoli, ungkapnya

Mr. C tidak menerima bebatuan hasil tambang yang dikirim apabila tidak memiliki ijin sesuai ketentuan perundang-undangan. Memang benar ada menerima sampel bebatuan tembaga dari masyarakat desa Oyom tetapi untuk dilakukan pengujian dan apabila kandungan tembaga memenuhi syarat yang ditentukan maka akan diberikan bantuan untuk pengurusan IPR, tambah Kabidhumas.

Sehingga hasil penyelidikan disimpulkan bahwa dugaan pelanggaran Minerba sebagaimana UU No.3 tahun 2020 tentang perubahan UU No.4 tahun 2009 adalah tidak terpenuhi unsur pidananya, dikarenakan material batuan tembaga didalam kontainer TEMAS dengan nomor segel Temas line 1922351 memiliki ijin berupa IPR dari Gorontalo.

Keterangan pers dari Polda Sulteng menuai beragam komentar dari banyak pihak. Salah satunya adalah Ketua Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPN-RI), , yang juga koordinator Koalisi Rakyat Anti Korupsi Sulawesi Tengah, Harsono Bereki, kepada media ini Harsono menegaskan bahwa pihaknya menilai ada banyak kejanggalan dalam penanganan kasus ini, antara lain adalah proses pelimpahan penanganan perkara dan proses pemeriksaan saksi-saksi.

Menurut Harsono, diketahui dari media bahwa Polda Sulteng mengambil alih Penanganan kasus ini akibat pihak pemilik material tidak dapat menunjukkan kelengkapan dokumen saat material dalam kontainer tersebut diperiksa dengan cara membuka kontainer dan disaksikan oleh pemilik barang atau perwakilannya serta pihak pengelola depo. 

Ditambahkannya, jika pada saat itu pemilik material atau perwakilannya mampu menunjukkan kelengkapan dokumen yang semestinya selalu menyertai material tersebut, ada hal apa persoalan ini harus diambil alih oleh Polda Sulteng dan harus berlanjut pada pemeriksaan begitu banyak saksi. 

“Logikanya begini, kalau betul material itu dari Gorontalo, dan berasal dari IPR yang sah, berarti sejak dari Gorontalo dokumen itu sudah terus menempel pada material itu, faktanya kan material itu dimuat dari dalam gudang di Taipa, berarti sebelumnya dimuat pakai truk melewati banyak pos pemeriksaan, utamanya pos pemeriksaan dibatas Provinsi Sulteng dan Gorontalo, terus bagaimana mungkin saat diperiksa oleh KP3, mereka tidak bisa memperlihatkan dokumen itu, ini sangat janggal dan patut untuk dicurigai” tegasnya.

Aktivis senior yang sampai saat ini masih aktif menjalankan kegiatan anti korupsi ini berharap agar dalam RDP hari ini, DPRD Provinsi Sulawesi Tengah bisa memberikan masukan kepada pihak terkait agar penanganan kasus ini jangan langsung dianggap selesai, masih banyak fakta yang harus diungkap, apalagi material tersebut diduga berasal dari kawasan hutan lindung Tolitoli.

Dikatakannya, “Kan sudah jelas ada beberapa truk material ilegal dari kawasan hutan Tolitoli masuk Palu, kalau yg di gudang Taipa dan sudah ada dalam kontainer bermasalah itu bukan yang dari Toli-toli, maka penegak hukum harus bisa menemukan dimana batu tembaga dari Tolitoli tersebut, demikian pula Gakkum KLHK, harus segera bertindak cepat” kata Harsono.

Dilain pihak, Ketua Umum Lembaga Pemberantasan Korupsi (LPK), Octhavianus Sondakh SH, ketika dihubungi media ini menyatakan bahwa sejak awal LPK terus memantau pergerakan dan penanganan perkara ini, namun pihaknya belum bisa memberikan keterangan dan informasi ke media karena sedang mengembangkan langkah Investigasi karena baru kemarin dapat informasi dari Polda bahwa batu tersebut berasal dari Gorontalo.

” Ya, sejak awal kami sudah pantau, kami akui ada banyak kejanggalan dalam kasus ini, sebenarnya sebagai pihak yang memohon RDP, kami berharap mendapatkan undangan dari DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, namun mungkin dengan pertimbangan lain DPRD Provinsi Sulawesi Tengah belum mengundang kami, namun kami percaya bahwa anggota DPRD itu cerdas dan mampu menilai persoalan ini dengan arif dan bijaksana” 

Ditambahkannya, “LPK akan terus menelusuri dan mendalami keterangan pers dari Polda Sulteng, mohon kepada DPRD agar jangan terburu-buru dalam membuat kesimpulan, mengingat kasus inini sudah melibatkan dua Polda, tentu saja ini harus dikoordinasikan dengan baik, Polda Sulteng harus ekstra hati-hati dan tidak perlu terburu-buru mengambil kesimpulan” Jelas Octhavianus.

Kasus container dengan nomor segel Temas line 1922351 ini memang menarik dan menjadi perbincangan publik, penanganan kasus yang telah memakan waktu hampir 14 hari ini patut untuk mendapatkan perhatian pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya DPRD Provinsi.

Dalam kasus ini, PT Wan Hong atau Mr C dan Direkturnya kurang tepat kalau disebut Investor, karena dengan keterangan pers dari Polda Sulteng dapat disimpulkan bahwa Mr C hanyalah pembeli batu yang membeli batu dari Provinsi Gorontalo, dan menampungnya di Palu Sulawesi Tengah, untuk kemudian di masukkan dalam kontainer dan dibawa ke luar Sulawesi Tengah. (Wawan).