Topiksulawesi.com, Tolitoli – Penetapan WPR di Kabupaten Tolitoli provinsi Sulawesi tengah, yang semula di anggap sebagai peluang meningkatkan kesejahteraan masyarakat saat ini justru menimbulkan keresahan dan berpotensi menimbulkan konflik antar warga.
Kamis 8 Desember 2022, ratusan massa yang menamakan diri forum komunikasi masyarakat Oyom mendatangi kantor DPRD Tolitoli, aksi massa di picu oleh terbitnya rekomendasi Gubernur yang memberikan kesempatan pada PT Sulteng Mineral Sejahtera untuk menjadikan wilayah tambang rakyat sebagai pilot project dan mendapatkan penolakan dari sebagian besar masyarakat.
Kelompok masyarakat yang menolak keberadaan PT SMS di wilayah tambang rakyat melakukan aksi unjuk rasa sekitar pukul 10.30 wita dan berakhir dengan RDP sampai dengan pukul 14.30 wita.
Adapun kelompok masyarakat yang kontra berjumlah puluhan orang mendatangi kantor DPRD Tolitoli sekitar pukul 13.00 WITA dan sempat di cegah oleh pihak kepolisian agar tidak bertemu areal kantor DPRD Tolitoli.
Adanya dua aksi massa pro dan kontra pada hari yang sama di lokasi aksi yang sama mendapatkan perhatian dari ketua DPC APRI Tolitoli, Venus AK Heidemans, pada media ini menyatakan pihaknya akan meminta kepada Kapolres Tolitoli untuk memanggil dan memeriksa koordinator aksi dari kedua kelompok tersebut.
“Harus dipanggil dan diperiksa mereka itu, betul unjuk rasa itu adalah hak masyarakat, tapi ada aturannya, tidak mungkin pihak kepolisian memberikan izin aksi demontrasi pada dua kubu yang saling berlawanan pada hari yg sama dan di tempat yang sama pula, ini sangat beresiko, bagaimana kalau terjadi bentrokan, apalagi mereka ini berasal dari satu desa yang sama, kalau ada penyusup dan mereka terprovokasi siapa yang akan bertanggung jawab, jadi saya yakin pasti ada yang melakukan aksi unjuk rasa tanpa pemberitahuan ke kepolisian” tegas Venus.
Terkait materi aksi unjuk rasa, Venus menyatakan bahwa pihaknya sangat menyayangkan jika betul ada rekomendasi dari Gubernur kepada perusahaan swasta berbentuk PT untuk masuk ke dalam wilayah tambang rakyat.
“Pemerintah sudah mengatur dengan bijaksana, bahwa IUP itu untuk perusahaan-perusahaan dan IPR itu untuk rakyat, tidak ada alasan bagi perusahaan untuk masuk ke WPR, tegas Venus.
Abd Rachmat Pombang, salah satu ketua koperasi tambang rakyat yang ikut dalam kegiatan aksi massa di DPRD Kabupaten Tolitoli menjelaskan bahwa sejak awal PT.SMS telah melakukan berbagai manuver untuk menguasai lokasi tambang rakyat yang ada di desa Oyom.
Awalnya Ahmad Sumarlin melalui orang-orangnya melakukan aksi penahanan terhadap material hasil penambangan rakyat yang di tambang oleh warga setempat dengan dalih tidak berizin, kemudian setelah aksinya berhasil justru mereka yang melakukan aktivitas penambangan dilokasi tersebut dan berhasil mengeluarkan puluhan ton material mengandung tembaga ke luar daerah, jelasnya.
Ahmad Pombang menambahkan bahwa, karena diganggu oleh kelompok Ahmad Sumarlin maka masyarakat sepakat untuk mengurus izin, dan dengan di dampingi APRI DPC Tolitoli masyarakat membentuk koperasi yang di beri nama Koperasi Mitra Tambang Pesonguan, selanjutnya dengan mengikuti semua petunjuk dari instansi terkait dan tindak lanjut dari Pak Bupati Alhamdulillah saat ini lokasi tambang rakyat Oyom sudah di tetapkan sebagai WPR, sayangnya setelah WPR jadi, justru Ahmad Sumarlin dengan membentuk koperasi-koperasi boneka ingin menguasai juga lokasi WPR kami, pungkas Ahmad Pombang.
Berikut materi unjuk rasa masyarakat yang dibacakan dalam RDP dengan anggota DPRD Kabupaten Tolitoli.
1. Batalkan rekomendasi pilot project PT SMS untuk tambang rakyat. Rekomendasi gubernur nomor: 540/415/Gub. ST kepada PT Sulteng Mineral Sejahtera untuk melaksanakan pilot project pertambangan rakyat, karena menimbulkan keresahan di masyarakat dan patut dinilai bertentangan dengan tujuan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan telah melukai rasa keadilan di hati rakyat dan secara terang terangan mempertunjukkan dugaan adanya praktek kolusi dan nepotisme.
2. WPR untuk rakyat dan IUP untuk perusahaan. Silahkan PT. SMS melakukan aktifitas pertambangan sesuai ketentuan di wilayah usaha pertambangan dengan mengurus IUP, dan jangan mengganggu wilayah pertambangan rakyat.
3. Rakyat ingin mandiri dan mengatur diri sendiri, tanpa campur tangan perusahaan yang tidak jelas track recordnya.
4. Segera proses dokumen pengelolaan WPR dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk WPR Kabupaten Tolitoli.
5. Wilayah pertambangan rakyat Desa Oyom adalah milik seluruh masyarakat, jangan dipecah belah untuk kepentingan perusahaan dengan dalih pilot project. *** (TS-Marwan)