Oleh: Mukhradis Hadi Kusuma (CEO ARCHY Research and Strategy)

TOPSul, Jakarta – Menjelang 50 hari menuju jadwal pencoblosan pilkada 27 November mendatang, getir menghantui akibat ritme konsolidasi tim terus dilakukan. Tidak ada waktu berleha karena jangka waktu yang pendek menjelang hari krusial.

Permasalahan sama, yaitu keinginan untuk memastikan angka elektabilitas naik seiring memuncaknya jadwal kampanye. Jika konsolidasi berhasil dilakukan tentu banyak tim yang akan membantu di lapangan dalam mendulang suara dan mengantarkan pesan visi kandidat.

Jika wilayahnya luas dibutuhkan simultan gerak tim yang besar agar mencapai suluruh titik pemukiman publik, berbeda dengan cakupan wilayah kecil yang relatif masih menguntungkan karena tidak perlu jauh mengitari sumbu pemukiman publik.

Bisa dibayangkan ruh pertarungan kandidat semakin memanas bukan karena kesiapan namun waktu dan jejaring yang menjadi tantangan. Karena pilkada serentak hampir dipastikan kandidat hanya fokus di wilayahnya tanpa menunggu kepastian bantuan dari luar karena di luar sana juga menghadapi pesta demokrasi serupa.

Dimana titik ketegangannya? Strategi hampir dipastikan akan dipusatkan pada upaya kandidat diterima dengan cepat oleh publik. Mereka meyakini jika ada jalan yang dapat dilalui untuk menang, maka langkah itu yang coba diambil tanpa pikir panjang kenapa?.

Karena metode apa pun dalam perang kontestasi tidak harus merujuk pada pengalaman dan teori yang sudah ada melainkan langkah yang bisa dirasakan saat itu dengan melihat kondisi di depan mata, sehingga kandidat harus tenang dan mampu membaca peta dan situasi secara gamblang agar keputusan yang diambil bisa berdampak

Kandidat tentu memiliki intuisi yang tajam terutama mental kuat untuk mengambil sikap ditengah perang kontestasi yang sama sama tegang. Bukan hanya kandidat tetapi tim pun juga mengalami hal yang sama.

Harapannya kekuatan yang mereka bentuk bisa membangun stimulan agar publik merasakan kehadiran visi kandidat ditengah perang antar kandidat. Upaya yang coba dibangun apakah kondisi ini bisa dilakukan dengan baik? Tentu, kembali kepada kandidat yang secara konsep mestinya sudah siap dengan hal hal yang dinamis di lapangan.

Dengan itu kandidat mengerti arah jalan keluar dalam memotret perubahan perubahan pilihan publik terhadap kontestan. Jika itu dirasa perlu maka sikap lugas harus dilakukan karena kondisi yang menuntut kandidat cepat mengambil keputusan dengan penuh tanggung jawab.***