Topiksulawesi.com, Palu – Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah mengikuti Rapat Koordinasi Lintas Sektor tentang Pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Sulawesi Tengah dan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sugapa Intan Jaya bersama Kementerian ATR/BPN.
Kegiatan tersebut dilaksanakan di hotel sheraton grand jakarta gandaria, jakartw selatan, Senin (12/12/2022).
Kegiatan tersebit dihadiri langsun Oleh Gubernur Sulawesi Tengah H. Rusdy Mastura, Staf Ahli Kementerian ATR/BPN, sejumalah Anggota DPRD Sulteng, Bupati Intan Jaya, Bupati Banggai, Pj Bupati Buol, Sekda Kota Palu, dan beberapa Kepala dinas lingkup pemerintah provinsi.
Dalam Kesempatan itu Gubernur Sulteng mengpresiasi dan berterimakasih kepada Menteri ATR/BPN atas terlaksananya rapat lintas sektor ini, sebab ini akan menjadi acuan untuk melanjutkan proses penetapan Raperda RTRW Sulteng ini.
Gubernur menambahkan bahwa penyusan RTRW ini merupakan bantuan teknis dari Kementerian ATR/BPN Pasa Gempa Bumi, Tsunami dan Liqiufaksi 28 September 2018.
Olehnya ia mengatakan bahwa RTRW ini sudah mengintergrasikan rencana zonasi pesisir dan pulau pulau kecil sesuai dengan amanat UU No 11 Tahun 2020 tentag cipta kerja dan PP No 21 Tentang penyelenggaraan penataan ruang.
Gubernur berharap dengan adaya Perda RTRW ini mampu mendorong lebih besar lagi peluang investasi untuk meningkatkan perekonomian masyrakat sulteng.
Senada dengan itu Sony Tanra,St Selaku Ketua Komisi 3 menyampaikan Perda RTRW ini perlu kita singkornisasikan.
Karena kenapa menurutnya dibeberpa desa di Sulteng dengan masuknya HGU itu diwilayah desa Rumah kebun dan sawah masyarakat ikut juga masuk dalam HGU, dan HGU itu ketima dijaminkan kebank maka secara tidak langsung aset Rumah dan Kebun masyrakat ikut dijaminkan kebank.
Ia menmabahkan bahwa Sekarng ini ada program pemerintah tentang sertifikasi tanah, mereka tidak bisa mengurus sertifikasi tersebut karena tumpang tindih dengan HGU.
Akhirnya Mereka tidak mendapatkan akses pemodalan karena tidak mempunyai sertifikat ini secara tidak langsung kita memiskinkan mereka, padahal ada potensi potensi yang ada sama masyarakat akhirnya tidak bisa dikembangkan.
Ada beberapa wilyah seperti dikabupaten poso, morowali utara dan buol ada kebun kebun desa masuk dalam hutan lindung, jika memang dulu masyarakat masuk karena pemerintah lalai menjaga maka perlu diiqraf atau cari solusi apa.
Memnag sekarng ada perhutanan sosial tapi ini terbatas, sebab hak kepemilikan itu hilang.
Daerah transmigrasi yang tadinya sudah menjadi lahan usaha dan sudah mempunyai sertifikat tiba tiba masuk dalam hutan lindung ini.
Saya berharap adanya masalah seperti ini dengan adanya perubahan RTRW ini kedepan tidak terjadi lagi hal hal seperti diatas.
Sumber : Humpro DPRD Sulteng / Ramadhan